Tuesday 11 June 2013

Hati tak terima, akal tak menyangkal

Hati tak terima, akal tak menyangkal.

Ada segumpal daging bernama hati, dan ada pula segumpal lainnya bernama akal. Entah, kita semua mungkin memang bukan ahli keduanya, tapi setidaknya, kita semua memilikinya.

Keduanya sama-sama berhak untuk menjadi lemah, setidaknya itu yang ditakdirkan Tuhannya pada mereka.
Keduanya sama-sama ada pada manusia, hanya saja, fitrah manusia yang membedakannya.
Keduanya seperti sepasang kekasih, saling melengkapi. Mungkin itulah sebabnya seorang Raja tak lengkap tanpa Sang Ratu, begitu pun sebaliknya. Lelaki dikuatkan akalnya, wanita dikuatkan hatinya. Saling melengkapi.

Seorang lelaki adalah pemegang akal, karena itulah ia ditugaskan mengambil keputusan. Akalnya adalah anugrah.
Seorang wanita adalah penggenggam hati , karena itulah ia tak lelah memberi kasih sayang. Hatinya adalah anugrah.

Tak ada yang tahu, kelak takdir akan berkata apa, atau bersuara seperti apa.
Tak ada yang tahu, kelak, ketika sebuah takdir menemui masanya, seperti apa hati akan merasa, atau seperti apa akal akan menjawab.

Adakalanya, hari itu akan menjadi seperti hari ini,
Ketika hati tak menerima, namun akal juga tak menyangkal.

Takdir datang membawa kabar,
Hati menjawab tak suka, namun sang akal tak mampu berkata-kata,
Hati bergejolak, namun akal hanya bisa diam membenarkannya.
Yang hati tahu, hanyalah sakit atau bahagia. Yang akal tahu, ini benar, dan yang itu salah.

Entah, tapi tak bijak rasanya kita memilih bahagia dalam kesalahan,
Apalah hakikatnya perjuangan jika ia tak sakit dalam kebenaran.

Semoga,
Semoga waktu memang menyembuhkan segalanya.

Bandung, 12 Juni 2013